Apa yang terpikirkan oleh anda ketika menyebut Pulau Tidung, pastilah Pulau dengan pantai yang berwarna hijau jernih, Jembatan Cinta, dan sepeda. Dalam pikiran saya tiga hal tersebut sangat identik dengan pulau ini.
Photo di atas diambil dari blog Artha
Namun seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan yang mengunjungi pulau ini, menjadikan pulau ini amat ramai pada waktu weekend. Imbas lain yang cukup menyebalkan adalah banyaknya sampah an organik yang bertebaran dari ujung pulau ke ujung pulau. Apakah semua itu disebabkan oleh kesadaran masayakat Tidung terhadap lingkungan, jawabannya salah besar. Masyarakat Tidung amat sadar terhadap kebersihan lingkungan, kemarin saya sempat berbincang dengan Pak Rudin pemilik kapal yang kami sewa untuk snorkling. Ternyata beliau salah satu tetua warga yang mengorganisir kebersihan lingkungan. Untuk kebersihan pulau, aparat pulau Tidung menggaji beberapa orang untuk membersihkan sampah di pulau ini. Dana untuk menggaji mereka sebagian berasal dari subsidi penjualan tiket kapal Angke-Tidung. Jadi kalo banyak sampah aneh sepenuhnya bukanlah salah warga. Menurut yang saya lihat sampah sampah ini berasal dari tangan tangan wisatawan yang tak peduli lingkungan contohnya botol minuman, sedotan, plastik dan lain lain.
Lalu siapakah penyumbang sampah terbesar di Tidung ini. Perlu diketahui, sampah-sampah raksasa ini merupakan sampah kiriman dari Jakarta. Jadi begini penjelasannya. Kehidupan di pulau memang sangat lekat dengan yang namanya musim angin, dari sekian banyaknya musim angin, angin tenggara merupakan sumber dari timbunan sampah tersebut. Konon musim angin tenggara disebut juga musim sampah, bukan cuma ditepian pulau, disepanjang laut dari Jakarta menuju Kepulauan Seribu akan dipenuhi sampah-sampah anorganik yang datangnya konon dari spot-spot di Jakarta, seperti Manggarai dan sekitarnya.
So berdasarkan kenyataan tersebut diatas, Couch Surfing Indonesia mengadakan charity event Gabung Mulung Tidung. Misi utamanya tentu saja untuk membersihkan sampah sampah yang ada di Tidung. Total relawan yang bergabung kurang lebih 250 orang, selanjutnya peserta dibagi dalam 10 grup. Pesertanya mulai dari anak kecil hingga kakek kakek loh, ada warga lokal ada pula bule bule. Saya dan kawan saya berangkat pukul 04.30, kemudian naik Transjakarta jurusan PGC Cililitan-Pluit. Kami turun di Halte Grogol 1, kemudian kami melanjutkan dengan angkot merah No 15 dari terminal grogol menuju Muara Angke. Sesampainya di Angke kami menuju tempat registrasi untuk mengambil kaos dan perlengkapan untuk mulung. Sekitar pukul 07.30 WIB kapal kami mulai berlabuh, hampir dua jam perjalanan saya tertidur dan terbangun karena kaki saya kena tampias hujan. Alhamdulillah ombak tidak besar walaupun sempat hujan. Kami landing di Tidung pukul 10.00 WIB. Sesampainya di dermaga kami dibagi lagi untuk tempat penginapan.
Setelah istirahat, makan, dan ibadah kami berkumpul di dermaga untuk pengarahan. Setelah itu kami berkumpul dengan masing masing team, dan saya berada di team 8. Ternyata oh ternyata masing masing team diwajibkan untuk membuat yel yel, semula leader kami agak malas malasan namun karena team lain amat bersemangat membuat yel yel dengan hebohnya akhirnya kamipun membuat yel yel yang tak kalah hebohnya juga. Oh ya ternyata kru media (Trans TV) berada di team kami, asyikk semua kegiatan kami diliput. Pada akhirnya kegiatan team kami tayang di Liputan Siang Trans TV lohhh.....(maaf norak).
Team kami mendapatkan area pesisir/sepanjang dermaga kapal kecil untuk dipungut sampahnya. Ketiga kami tiba di dermaga, kami melongo....wowwww sampah (plastiknya) banyak sekali. Akhirnya sebagian besar team membersihkan sampah di samping dermaga dan sebagian lainnya membersihkan disekitar pesisir dan tempat parkir sepeda. Karena sampah begitu menggunung, dalam waktu sebentar kantong sampah kami langsung penuh. Karena tidak ada kantong sampah yang lain, akhirnya kami berhenti memulung sampah. Oh ya tahukah kalian benda ajaib apa saja yang kami temukan, benda ajaib tersebut antara lain k*ndom, pakaian dalam wanita ataupun pria, dan popok bayi. Setelah masing masing kantong penuh, kami membawa sampah tersebut ke TPA yang berada di pesisir ujung satunya. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, tapi cukup melelahkan juga karena membawa beban sekantong penuh isi sampah basah. Sehabis membuang di TPA, kami bersantai ria di pesisir pantai untuk melepas penat dan juga menghirup udara segar.
Karena team kami sudah menyelesaikan tugas sebelum waktunya, akhirnya kami membubarkan diri untuk kegiatan bebas hingga menjelang maghrib. Pada pukul 20.00 WIB kami berkumpul kembali di dermaga untuk makan malam bersama dan juga acara ramah tamah dengan penduduk sekitar beserta jajaran aparat setempat. Walaupun kurang efektif karena tidak dilakukan tiap hari, setidaknya kami telah melakukan tindakan nyata atas dasar kecintaan kami terhadap lingkungan. Menurut info yang saya dengar, akan ada kegiatan lanjutan mengenai Gabung Mulung Tidung ini, dalam upaya untuk menjaga pulau eksotis in tetap bersih. Kami kembali lagi ke Jakarta keesokan harinya pada pukul 15.00 WIB dengan kapal Pesona Alam.